Sabtu, 26 Februari 2011

Gagal Jantung Kongestif

          YOUTUBE VIDEO Congestive Heart Failure

            Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan dfungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah utk memenuhi metabolism jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal. (Kapita selekta, 434).
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Tempat kongesti bergantung pada ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri menimbulkan kongesti pada vena pulmonalis, sedangkan disfungsi pada ventrikel kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.
a.      Epidemiologi
Prevalensi CHF adalah tergantung umur/age-dependent.  Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun.
Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati prevalensi dari CHF yang meningkat juga.  Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang mempunyai hipertensi akan mungkin akan berakhir dengan CHF.  Selain itu semakin membaiknya angka keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan meningkatnya jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF.
b.      Etiologi Gagal jantung
Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel. Penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel diantaranya adalah penyakit arteri koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah atau penyakit jantung congenital. Penyakit yang membatasi pengisian ventrikel diantaranya stenosis mitral, kardiomiopati atau penyakt pericardial. Faktor pencetus berupa menungkatnya asupan garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark miokard akut(mungkin yang tersembunyi), serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan dan endokarditis infektif.
c.       Patogenesis
Patogenesis myocardial failure :
1.      Kerusakan pada cardiomyoctes—kontraktilitas menurun
Defek produksi ATP dan pemanfaatannya, perubahan protein kontraktil, berkurangnya cardiomyoctes, berkurangnya jumlah β2 reseptor adrenergik di permukaan cardiomyoctes
fig
2.      Perubahan fungsi neurohormonal jantung
Patogenesis gagal jantung diastolik
1.      Gangguan struktural seperti meningkatnya kekakuan ruangan jantung pasif
a.       Intramyocardial (myocardial fibrosis, amyloidosis, hipertrofi, iskemik myocardial)
b.      Ekstramyocardial (constrictive pericarditis)
2.      Gangguan fungsional, menurunnya relaksasi ruangan jantung
a.       Perubahan fisiologi—impaired relaksasi ventrikel (menurunnya aliran darah koroner saat diastolik)
b.      Perubahan patologi

d.      Patofisiologi
Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan menurunnya kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding, dan mengubah daya kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri, maka besar volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri. Kenaikan tekanan ini disalurkan ke belakang vena pulmonalis. Bila tekanan hidostatik dalam kapiler paru melebihi tekanan onkotik vascular maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstisial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi edema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveoli.
Penurunan volume sekuncup akan menimbulkan respons simpatis kompensatorik. Kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat untuk mempertahankan curah jantung. Terjadi vasokonstriksi perifer untk menstabilkan tekanan arteri dan retribusi aliran darah dari organ-oragan yang tidak vital seperti ginjal dan kulit demi mempertahankan organ-organ vital. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung kanan, sehingga meningkatkan kekuatan konstraksi. Pengurangan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus akan mengakibatkan pengaktifan system rennin-angiotensin-aldosteron, sehingga lebih meningkatkan aliran balik vena.
e.      Manifestasi klinis
Berdasarakan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif.
Manifestasi klinis gagal jantung mencerminkan derajat kerusakan miokardium dan kempuan serta besarnya respons kompensasi.
Pada gagal jantung kiri :
-       Dyspneu d’effort
-       Fatique
-       Ortopnea
-       Dispnea nocturnal paroksisimal
-       Batuk
-       Pembesaran jantung
-       Irama derap
-       Ventrikular heaving
-       Bunyi derap S3 dan S4
-       Pernafasan cheyne Stokes
-       Takikardi
-       Pulsus alternans
-       Rinki
-       Kongesti vena pulmonalis
Pada gagal jantung kanan :
-       Fatique
-       Edema
-       Liver engorgement
-       Anoreksia dan kembung
-       Hipertrofi jantung kanan
-       Heaving ventrikel kanan
-       Irama derap atrium kanan
-       Murmur
-       Tanda-tanda penyakit paru kronik
-       Tekanan vena jugularis meningkat
-       Bunyi P2 mengeras
-       Asites
-       Hidrotorax
-       Peningkatan tekanan vena
-       Hepatomegali
-       Edema pitting
Pada gagal jantung kongestif terjadi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
Menurut New York Heart Association klasifikasi fungsional jantung ada 4 kelas, yaitu:
-       Kelas 1. Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
-       Kelas 2. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
-       Kelas 3. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa keluhan
-       Kelas 4. Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah berbaring.
f.        Penatalaksanaan
1.      Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2.      Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
-        Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema dan aritmia.
-        Digitalisasi :
·        Dosis digitalis
·     Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2mg dalam 4-6 dosis selama 24jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4hari.
·     Digoksin iv 0,75-1mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
·     Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam
·        Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari. Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
·        Dosis penunjang untuk gagal fibrilasi atrium 0,25 mg.
·        Digitalis cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
·     Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan.
·     Cedilanid 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan.
Cara pemberian digitalis.

Dosis permulaan (digitalis)
Dosis pemeliharaan
Cepat
Lambat
Cedilanid
1-2 ml iv kemudian 1-2 ml tiap 4-6 jam sampat tercapai digitalisasi
Hari ke-2 :
1-2 ml tiap 4-6 jam dengan maksimum 4-6 ml (sampai tercapai digitalisasi tergantung irama jantung)

1-2 tablet/hari
Digoksin
Sama
3 x 0,25 mg sampai tercapai digitalisasi
2-3 x 0,125 mg
Folia digitalis

3 x 100 mg sampai tecapai digitalisasi
2-3 x 50 mg
Dosis dan cara pemberian digitalis bergantung pada beratnya gagal jantung. Pada gagal jantung berat dengan sesak nafas hebat dan takikardi lebih dari 120/menit, biasanya diberikan digitalisasi ceapat. Pada gagal jantung ringan diberikan digitalisasi lambat. Pemberian digitalisasi per oral palieng sering dilakukan karena paling aman. Pemberian dosis bersar tidak perlu, kecuali peril efek maksimal secepatnya, missal pada fibrilasi atrium rapid response. Pemberian oral dosis biasa (pemeliharaan), kadar teraupetik dalam plasma dicapai dalam waktu 7 hari. Pemberian intra vena dilakukan hanya dalam keadaan darurat.
Kontraindikasi penggunaan digitalis
- Keadaan beracun digitalis berupa brakikardi, gangguan irama, dan konduksi jantung blok AV derajat II dan III atau ekstrasistolik ventricular lebih dari 5x permenit. Gejala lain yang ditemukan pada intoksikasi digitalis adalah anoreksia, mual, muntah, diare, dan gangguan penglihatan.
- Kontraindikasi relative : Penyakit kardiopulmonal, infarkmiokard akut(hanya diberi peroral), idiopatik hipertrofi subaortic stenosis, gagal ginjal (dosis lebih rendah), miokarditis berat, hipokalemia, penyakit paru obstruksi kronik, dan penyertaan obat yang menghambat konduksi jantung.
- Dalam pengobatan intoksikasi digitalis digunakan dilantin 3x100 mg sampai tanda-tanda toksik mereda.
3.      Menurunkan beban jantung
-          Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic, dan vasodilator.
·        Diet rendah garam
Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan diuretic, digoksin, dan ACE inhibitor diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk gagal jantung kelas II dan III diberikan :
-       Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg)
-       Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan irama sinus
-       ACE inhibitor (katopril mulai dari dosis 2 x 6,25 mg atau setara penghambat ACE yang lain, dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah pasien); isosorbid dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang menetap, dosis 3 x 10-15 mg. Semua obat ini harus dititrasi secara bertahap.
·        Diuretik
Yang digunakan furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata 20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid, dan asam etakrinat.
            Dampak yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung atau kelangsungan hidup, tetapi merupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan perawatan di rumah sakit. Penggunaan ACE inhibitor bersama diuretic hemat kalium maupun suplemen kalium harus hati-hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia.
·        Vasodilator
-          Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 ug/kgBB/menit iv
-          Nitroprusid 0,5-1ug/kgBB/menit iv
-          Prazosin per oral 2-5 mg
-          Penghambat ACE : Kaptropil 2 x 6,25 mg
·        Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriol.
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah
·          Revaskularisasi (perkutan, bedah)
·          Operasi katup mitral
·          Aneurismektomi
·          Kardiomioplasti
·          External Cardiac Support
·          Pacu Jantung
·          Heart transplantation
g.      Cara mendiagnosis
Menurut Framingham ( Mansjoer, 2001) kriterianya gagal jantung kongestif ada 2 kriteria yaitu kriteria mayor dan kriteria minor.
                                                               i.      Kriteria mayor terdiri dari:
1.      Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
2.      Peningkatan vena jugularis
3.      Ronchi basah tidak nyaring
4.      Kardiomegali
5.      Edema paru akut
6.      Irama derap S3
7.      Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O
8.       Refluks hepatojugular
                                                             ii.      Kriteria minor terdiri dari:
1.      Edema pergelangan kaki
2.      Batuk malam hari
3.      Dyspnea          
4.      Hepatomegali
5.      Efusi pleura
6.      Kapasitas vital berkurang menjadi ? maksimum
7.      Takikardi (>120 x/ menit)
Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor harus ada di saat bersamaan.
h.      Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vascular paru menggambarkan kranialisasi, garis kerley A/B, infiltrate prekordial kedua paru, dan efusi pleura.
Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miocard dan aritmia.
Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.
i.        Prognosis
Faktor-faktor yang berkaitan dengan prognosis pada gagal jantung,
a.       Klinis         : semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas dan gambaran klinis, semakin buruk prognosis
b.      Hemosinamik         : semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup jantung, dan fraksi ejeksi, semakin buruk progonosis
c.       Biokimia    : terdapa hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin, vasopressin, dan peptida natriuretik plasma. Hiponatremia dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk; dan
d.      Aritmia      : fokus ektopik ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel pada pengawasan EKG ambulatori menandakan prognosis yang buruk. Tidak jelas apakah aritmia ventrikel hanya merupakan penanda prognosis yang buruk atau apakah aritmia merupakan penyebab kematian.
j.        Komplikasi
Syok kardiogenik dan dapat menyebabkan kematian.

                                                           



DAFTAR PUSTAKA

Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Abdul,Majid. Penyakit Jantung Koroner : patofisiologi, Pencegahan dan Pengobatan Terkini, 2007
Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC
Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III . Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/44886946/PENYAKIT-JANTUNG-KORONER



1 komentar: