Sabtu, 26 Februari 2011

Patent Ductus Arteriosus (PDA)



VIDEO YOUTUBE DUCTUS ARTERIOSUS 

*      DEFINISI
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka.
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA). (Buku ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227)
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375). Duktus arteriosus adalah suatu pembuluh darah yang menghubungkan aorta (pembuluh arteri besar yang mengangkut darah ke seluruh tubuh) dengan arteri pulmonalis (arteri yang membawa darah ke paru-paru), yang merupakan bagian dari peredaran darah yang normal pada janin.
Duktus arteriosus memungkinkan darah untuk tidak melewati paru-paru. Pada janin, fungsi ini penting karena janin tidak menghirup udara sehingga darah janin tidak perlu beredar melewati paru-paru agar mengandung banyak oksigen. Janin menerima oksigen dan zat makanan dari plasenta (ari-ari). Tetapi pada saat lahir, ketika bayi mulai bernafas, duktus arteriosus akan menutup karena darah harus mengalir ke paru-paru agar mengandung banyak oksigen. Pada 95% bayi baru lahir, penutupan duktus terjadi dalam waktu 48-72 jam.

*      ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
1. Faktor Prenatal :
1. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
2. Ibu alkoholisme.
3. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
4. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
5. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2. Faktor Genetik :
1. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
2. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
3. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
4. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain. (Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)
Duktus arteriosus adalah suatu pembuluh darah yang dilapisi oleh otot dan memiliki fungsi khusus. Jika kadar oksigen di dalam darah meningkat (biasanya terjadi segera setelah bayi lahir), otot ini akan mengkerut sehingga duktus menutup.
Pada saat duktus menutup, darah dari jantung bagian kanan hanya mengalir ke paru-paru (seperti yang terjadi pada orang dewasa).
Pada beberapa anak, duktus tidak menutup atau hanya menutup sebagian. Hal ini terjadi karena tidak adanya sensor oksigen yang normal pada otot duktus atau karena kelemahan pada otot duktus. Adapun faktor resiko terjadinya PDA adalah prematuritas dan sindroma gawat pernafasan.
PDA mungkin terjadi :
  • Herediter- Infeksi rubela pada trimester pertama kehamilan
  • Rendahnya 02 (asfiksia, RDS, distres janin, di daerah dataran tinggi).

*      PREVALENSI
  • Prevalensi sekitar 5-10% dari semua CHD. Diperkirakan insidens dari PDA sebesar 1 dari 2000 kelahiran normal, dan insidens pada bayi perempuan 2 x lebih banyak dari bayi laki-laki. Sedangkan pada bayi prematur diperkirakan sebesar 15 %.
  • Kelainan ini bisa terjadi baik pada bayi prematur maupun pada bayi cukup umur, dan ditemukan pada 1 diantara 2500-5000 bayi.
    Biasanya gejalanya ringan, tetapi akan semakin berat jika tidak diobati/diperbaiki pada usia 2 tahun.

*      PATOFISIOLOGI
Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aliran darah pulmonal ke aliran darah sistemik dalam masa kehamilan (fetus). Hubungan ini (shunt) ini diperlukan oleh karena sistem respirasi fetus yang belum bekerja di dalam masa kehamilan tersebut. Aliran darah balik fetus akan bercampur dengan aliran darah bersih dari ibu (melalui vena umbilikalis) kemudian masuk ke dalam atrium kanan dan kemudian dipompa oleh ventrikel kanan kembali ke aliran sistemik melalui duktus arteriosus. Normalnya duktus arteriosus berasal dari arteri pulmonalis utama (atau arteri pulmonalis kiri) dan berakhir pada bagian superior dari aorta desendens, ± 2-10 mm distal dari percabangan arteri subklavia kiri.
Dinding duktus arteriosus terutama terdiri dari lapisan otot polos (tunika media) yang tersusun spiral. Diantara sel-sel otot polos terdapat serat-serat elastin yang membentuk lapisan yang berfragmen, berbeda dengan aorta yang memiliki lapisan elastin yang tebal dan tersusun rapat (unfragmented). Sel-sel otot polos pada duktus arteriosus sensitif terhadap mediator vasodilator prostaglandin dan vasokonstriktor (pO2).
Setelah persalinan terjadi perubahan sirkulasi dan fisiologis yang dimulai segera setelah eliminasi plasenta dari neonatus. Adanya perubahan tekanan, sirkulasi dan meningkatnya pO2 akan menyebabkan penutupan spontan duktus arteriosus dalam waktu 2 minggu. Duktus arteriosus yang persisten (PDA) akan mengakibatkan pirai (shunt) L-R yang kemudian dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan sianosis.
Besarnya pirai (shunt) ditentukan oleh diameter, panjang PDA serta tahanan vaskuler paru (PVR)

 Normal Jantung dan Jantung Dengan patent ductus arteriosus



Gambar A menunjukkan bagian jantung normal dan aliran darah normal. Gambar B menunjukkan hati dengan patent ductus arteriosus. Cacat menghubungkan aorta dengan arteri paru-paru. Hal ini memungkinkan darah yang kaya oksigen dari aorta untuk bercampur dengan darah miskin oksigen di arteri paru-paru.



*      MANIFESTASI KLINIS

Jika duktus tetap terbuka, darah yang seharusnya mengalir ke seluruh tubuh akan kembali ke paru-paru sehingga memenuhi pembuluh paru-paru. Jumlah darah tambahan yang sampai ke paru-paru tergantung kepada ukuran PDA. Jika PDA sangat kecil, maka darah yang melewati PDA hanya sedikit. Pada keadaan ini, anak tidak memiliki gejala sama sekali dan tampak baik-baik saja.
PDA yang kecil dapat diketahui jika pada pemeriksaan dengan stetoskop terdengar murmur (suatu bunyi jantung ekstra yang terderngar jika darah menyembur melalui lubang yang sempit). Semakin kecil lubangnya, maka semakin sedikit darah yang mengalir dan semakin halus bunyi murmur yang terdengar.
Jika PDA memiliki lubang yang besar, maka darah dalam jumlah yang besar akan membanjiri paru-paru. Anak tampak sakit, dengan gejala berupa:
- tidak mau menyusu
- berat badannya tidak bertambah
- berkeringat
- kesulitan dalam bernafas
- denyut jantung yang cepat.
Timbulnya gejala tersebut menunjukkan telah terjadinya gagal jantung kongestif, yang seringkali terjadi pada bayi prematur.  Anak dengan PDA yang kecil tidak memiliki resiko menderita gagal jantung kongestif, tetapi tetap memiliki resiko terjadinya endokarditis. Endokarditis adalah infeksi pada jantung, katup jantung maupun pembuluh darah jantung. Infeksi ini bisa berakibat fatal dan dapat menyebabkan kematian, stroke serta kelainan fungsi jantung.
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF)
• Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
• Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas)
• Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
• Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
• Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
• Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
• Apnea
• Tachypnea
• Nasal flaring
• Retraksi dada
• Hipoksemia


DAFTAR PUSTAKA

1.      Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses  Penyakit Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: EGC
2.      Sadler, T.W. 2006. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 7. Jakarta : EGC
3.      Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC


Embriologi Jantung dan pembuluh darah



VIDEO YOUTUBE EMBRIOLOGY JANTUNG


   Perkembangan Anatomi Jantung pada trimester I hingga 3 tahun:

Jantung bayi saat baru lahir amat berbeda dengan jantung saat berumur 3 tahun, saat berumur 3 tahun, jantung sang bayi sudah berada dalam keadaan normal seperti orang dewasa, yaitu sirkulasi darahnya berupa darah ke paru-paru melalui ruang jantung sebelah kanan dan darah ke bagian tubuh lainnya melalui ruang jantung sebelah kiri. Pada bayi yang baru lahir, darah yang berasal dari tubuh selain paru-paru seharusnya ke jantung bagian kanan, namun ada pula yang mengalir ke jantung bagian kiri, lalu darah masuk ke paru-paru yang seharusnya lewat jantung bagian kanan, juga mendapat tambahan darah dari jantung bagian kiri.

Embriologi pada trismester 1
·      Pembentukan angioblas (pertengahan minggu ke-3)
·      Pembentukan tabung jantung dan mulai meluas dengan menerima aliran darah vena dari katup kaudalnya dan mulai memompakan darah keluar dari lengkung aorta pertama menuju ke aorta dorsalis
·      Pembentukan 3 lapisan jantung, yaitu endokardium, miokardium, dan epikardium atau pericardium visceral
·      Pemanjangan dan pembengkokkan bentuk jantung (hari ke-23 sampai 28)
·      Perkembangan sinus venosus (pertengahan minggu ke-4)
·      Pembentukan sekat-sekat jantung (antara hari ke 27- 37)
·      Pembentukan sekat di dalam atrium komunis dan kanalis atrioventrikularis (akhir minggu ke4)
·      Diferensiasi atrium selanjutnya
·      Pembentukkan katup-katup atrioventrikuler yang dibantu dengan adanya muskuli papillares dan korda tendinea
·      Pembentukan sekat pada trunkus arteriosus dank onus kordis (minggu ke-5)
·      Pembentukkan sekat di dalam ventrikel (menjelang akhir minggu ke-4)
·      Pembentukkan katup semilunaris
·      Pembentukkan system konduksi jantung
Kelainan pembentukan organ (malformasi) paling banyak terjadi pada trimester pertama (12 minggu pertama) kehamilan, yang merupakan masa-masa pembentukan organ dimana embrio sangat rentan terhadap efek obat-obatan atau virus. Karena itu seorang wanita hamil sebaiknya tidak menjalani immunisasi atau mengkonsumsi obat-obatan pada trimester pertama kecuali sangat penting untuk melindungi kesehatannya. Pemberian obat-obatan yang diketahui dapat menyebabkan malformasi harus dihindari.
*      Kehidupan fetal


*                  Setelah lahir


      Embriologi Pembuluh Darah

Lengkung Aorta
Ketika lengkung faring terbentuk pada minggun keempat dan kelima, setiap lengkung mempunyai saraf cranial dan arterinya sendiri-sendiri. Arteri-arteri ini disebut sebagai lengkung-lengkung aorta dan berasal dari sakus aortikus, bagian paling distal dari trunkus arteriosus. Lengkung aorta  terbenam di dalam mesenkim lengkung faring dan berakhir pada aorta dorsalis kiri dan kanan. Lengkung faring dan pembuluh darah terbentuk berurutan dari cranial sampai caudal, sehingga tidak semua lenkung dan pembukuh darah tersebut terdapay pada waktu yagn bersamaan. Sakus aortikus ikut membentuk satu cabang untuk setiap kali terbentuk lenkung baru, sehingga totalnya terdapat lima pasang arteri(lengkung kelima tidak pernah terbentuk/ terbentuk tidak sempurna lalu mengalami regresi) yang kelimanya diberi angka I, II, III,IV, dan VI.(gambar 12.33)



Pemisahan trunkus arteriosus oleh septum aortikopulmonalis membagi saluran keluar jantung menjadi aorta ventral dan arteri pulmonalis pada minggu kelima. Sakus aortikus kemudian membentuk kornu kanan dan kiri, yang selanjutnya masing-masing membentuk arteri brakiosefalika dan segmen proksimal lengkung aorta. (gambar 12.34, B dan C)



            Pada hari ke-27, lengkung aorta pertama sudah menghilang (gambar 12.33). teteapi sebagian kecil tetap menetap sebagai arteri maksillaris. Demikian pula,  lengkung aorta kedua  akan segera menghilang juga. Bagian yang tersisa daru lengkung ini adalah arteri hioidea dan arteri stapedia. Lenkung ketiga besar, lengkung keempat dan keenam sedang dalam proses terbentuk. Meskipun lengkun keenam belum terbentuk , arteri pulmonalis primitive sudah Nampak sebagai sebuah cabang besar (gambar 12.33, A)
            Pada mudiagh usia 29 hari, lengkung aorta pertama dan kedua sudah menghilang (gambar 12.33B). Lengkung ketiga, keempat, dan keenam menjadi pembuluh darah besar. Sakus trukoaortikus telah terbagi sehingga lengkung keenam kinin berlanjut dengan trunkus pulmonalis.
           

Selanjutnya terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut:

1.      Lengkung aorta ketiga membentuk arteri karotis komunis dan bagian pertama dari arteri karotis interna. Bagian lain karotis interna dibentuk oleh bagian cranial aorta dorsalis. Arteri karotis eksterna merupakan sebuah cabang kecil dari lengkung aorta ketiga.
2.      Lengkung aorta keempat baik di sisi kiri maupun kanan tetap ada. Pada sisi kiri, lengkung keempat membentuk bagian dari lengkung aorta, di antara arteri karotis komunis kiri dan arteri subklavia kiri. Di sisi kanan, lengkung keempat membentuk segmen paling proksimal arteri subklavia kanan, yang bagian distalnya dibentuk oleh sebagian dari aorta dorsalis kanan dan arteri intersegmentalis ketujuh. (gambar12.34 B)
3.      Lengkung aorta kelima tidak pernah terbentuk atau terbentuk tidak sempurna dan kemudian mengalami regresi.
4.      Lengkung aorta keenam, yang juga disebut lengkung pulmonal, mempercabangkan sebuah cabang yang penting yang tumbuh kea rah tunas paru yang sedang berkembang (gambar 12.33B). pada sisi kanan, bagian proksimalnya menjadi segmen proksimal arteri pulmonalis kanan. Bagian distal lengkung ini terputus hubungannya dengan aorta dorsalis dan menghilang. Pada sisi kiri, bagian distalnya tetap ada selama kehidupan dalam kandungan sebagai duktus arteriosus.4



             DAFTAR PUSTAKA
  
 1.      Sadler, T.W. 2006. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 7. Jakarta : EGC





Gagal Jantung Kongestif

          YOUTUBE VIDEO Congestive Heart Failure

            Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan dfungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah utk memenuhi metabolism jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal. (Kapita selekta, 434).
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Tempat kongesti bergantung pada ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri menimbulkan kongesti pada vena pulmonalis, sedangkan disfungsi pada ventrikel kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.
a.      Epidemiologi
Prevalensi CHF adalah tergantung umur/age-dependent.  Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun.
Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati prevalensi dari CHF yang meningkat juga.  Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang mempunyai hipertensi akan mungkin akan berakhir dengan CHF.  Selain itu semakin membaiknya angka keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan meningkatnya jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF.
b.      Etiologi Gagal jantung
Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel. Penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel diantaranya adalah penyakit arteri koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah atau penyakit jantung congenital. Penyakit yang membatasi pengisian ventrikel diantaranya stenosis mitral, kardiomiopati atau penyakt pericardial. Faktor pencetus berupa menungkatnya asupan garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark miokard akut(mungkin yang tersembunyi), serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan dan endokarditis infektif.
c.       Patogenesis
Patogenesis myocardial failure :
1.      Kerusakan pada cardiomyoctes—kontraktilitas menurun
Defek produksi ATP dan pemanfaatannya, perubahan protein kontraktil, berkurangnya cardiomyoctes, berkurangnya jumlah β2 reseptor adrenergik di permukaan cardiomyoctes
fig
2.      Perubahan fungsi neurohormonal jantung
Patogenesis gagal jantung diastolik
1.      Gangguan struktural seperti meningkatnya kekakuan ruangan jantung pasif
a.       Intramyocardial (myocardial fibrosis, amyloidosis, hipertrofi, iskemik myocardial)
b.      Ekstramyocardial (constrictive pericarditis)
2.      Gangguan fungsional, menurunnya relaksasi ruangan jantung
a.       Perubahan fisiologi—impaired relaksasi ventrikel (menurunnya aliran darah koroner saat diastolik)
b.      Perubahan patologi

d.      Patofisiologi
Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan menurunnya kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding, dan mengubah daya kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri, maka besar volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri. Kenaikan tekanan ini disalurkan ke belakang vena pulmonalis. Bila tekanan hidostatik dalam kapiler paru melebihi tekanan onkotik vascular maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstisial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi edema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveoli.
Penurunan volume sekuncup akan menimbulkan respons simpatis kompensatorik. Kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat untuk mempertahankan curah jantung. Terjadi vasokonstriksi perifer untk menstabilkan tekanan arteri dan retribusi aliran darah dari organ-oragan yang tidak vital seperti ginjal dan kulit demi mempertahankan organ-organ vital. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung kanan, sehingga meningkatkan kekuatan konstraksi. Pengurangan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus akan mengakibatkan pengaktifan system rennin-angiotensin-aldosteron, sehingga lebih meningkatkan aliran balik vena.
e.      Manifestasi klinis
Berdasarakan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif.
Manifestasi klinis gagal jantung mencerminkan derajat kerusakan miokardium dan kempuan serta besarnya respons kompensasi.
Pada gagal jantung kiri :
-       Dyspneu d’effort
-       Fatique
-       Ortopnea
-       Dispnea nocturnal paroksisimal
-       Batuk
-       Pembesaran jantung
-       Irama derap
-       Ventrikular heaving
-       Bunyi derap S3 dan S4
-       Pernafasan cheyne Stokes
-       Takikardi
-       Pulsus alternans
-       Rinki
-       Kongesti vena pulmonalis
Pada gagal jantung kanan :
-       Fatique
-       Edema
-       Liver engorgement
-       Anoreksia dan kembung
-       Hipertrofi jantung kanan
-       Heaving ventrikel kanan
-       Irama derap atrium kanan
-       Murmur
-       Tanda-tanda penyakit paru kronik
-       Tekanan vena jugularis meningkat
-       Bunyi P2 mengeras
-       Asites
-       Hidrotorax
-       Peningkatan tekanan vena
-       Hepatomegali
-       Edema pitting
Pada gagal jantung kongestif terjadi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
Menurut New York Heart Association klasifikasi fungsional jantung ada 4 kelas, yaitu:
-       Kelas 1. Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
-       Kelas 2. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
-       Kelas 3. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa keluhan
-       Kelas 4. Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah berbaring.
f.        Penatalaksanaan
1.      Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2.      Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
-        Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema dan aritmia.
-        Digitalisasi :
·        Dosis digitalis
·     Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2mg dalam 4-6 dosis selama 24jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4hari.
·     Digoksin iv 0,75-1mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
·     Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam
·        Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari. Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
·        Dosis penunjang untuk gagal fibrilasi atrium 0,25 mg.
·        Digitalis cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
·     Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan.
·     Cedilanid 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan.
Cara pemberian digitalis.

Dosis permulaan (digitalis)
Dosis pemeliharaan
Cepat
Lambat
Cedilanid
1-2 ml iv kemudian 1-2 ml tiap 4-6 jam sampat tercapai digitalisasi
Hari ke-2 :
1-2 ml tiap 4-6 jam dengan maksimum 4-6 ml (sampai tercapai digitalisasi tergantung irama jantung)

1-2 tablet/hari
Digoksin
Sama
3 x 0,25 mg sampai tercapai digitalisasi
2-3 x 0,125 mg
Folia digitalis

3 x 100 mg sampai tecapai digitalisasi
2-3 x 50 mg
Dosis dan cara pemberian digitalis bergantung pada beratnya gagal jantung. Pada gagal jantung berat dengan sesak nafas hebat dan takikardi lebih dari 120/menit, biasanya diberikan digitalisasi ceapat. Pada gagal jantung ringan diberikan digitalisasi lambat. Pemberian digitalisasi per oral palieng sering dilakukan karena paling aman. Pemberian dosis bersar tidak perlu, kecuali peril efek maksimal secepatnya, missal pada fibrilasi atrium rapid response. Pemberian oral dosis biasa (pemeliharaan), kadar teraupetik dalam plasma dicapai dalam waktu 7 hari. Pemberian intra vena dilakukan hanya dalam keadaan darurat.
Kontraindikasi penggunaan digitalis
- Keadaan beracun digitalis berupa brakikardi, gangguan irama, dan konduksi jantung blok AV derajat II dan III atau ekstrasistolik ventricular lebih dari 5x permenit. Gejala lain yang ditemukan pada intoksikasi digitalis adalah anoreksia, mual, muntah, diare, dan gangguan penglihatan.
- Kontraindikasi relative : Penyakit kardiopulmonal, infarkmiokard akut(hanya diberi peroral), idiopatik hipertrofi subaortic stenosis, gagal ginjal (dosis lebih rendah), miokarditis berat, hipokalemia, penyakit paru obstruksi kronik, dan penyertaan obat yang menghambat konduksi jantung.
- Dalam pengobatan intoksikasi digitalis digunakan dilantin 3x100 mg sampai tanda-tanda toksik mereda.
3.      Menurunkan beban jantung
-          Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic, dan vasodilator.
·        Diet rendah garam
Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan diuretic, digoksin, dan ACE inhibitor diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk gagal jantung kelas II dan III diberikan :
-       Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg)
-       Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan irama sinus
-       ACE inhibitor (katopril mulai dari dosis 2 x 6,25 mg atau setara penghambat ACE yang lain, dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah pasien); isosorbid dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang menetap, dosis 3 x 10-15 mg. Semua obat ini harus dititrasi secara bertahap.
·        Diuretik
Yang digunakan furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata 20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid, dan asam etakrinat.
            Dampak yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung atau kelangsungan hidup, tetapi merupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan perawatan di rumah sakit. Penggunaan ACE inhibitor bersama diuretic hemat kalium maupun suplemen kalium harus hati-hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia.
·        Vasodilator
-          Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 ug/kgBB/menit iv
-          Nitroprusid 0,5-1ug/kgBB/menit iv
-          Prazosin per oral 2-5 mg
-          Penghambat ACE : Kaptropil 2 x 6,25 mg
·        Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriol.
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah
·          Revaskularisasi (perkutan, bedah)
·          Operasi katup mitral
·          Aneurismektomi
·          Kardiomioplasti
·          External Cardiac Support
·          Pacu Jantung
·          Heart transplantation
g.      Cara mendiagnosis
Menurut Framingham ( Mansjoer, 2001) kriterianya gagal jantung kongestif ada 2 kriteria yaitu kriteria mayor dan kriteria minor.
                                                               i.      Kriteria mayor terdiri dari:
1.      Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
2.      Peningkatan vena jugularis
3.      Ronchi basah tidak nyaring
4.      Kardiomegali
5.      Edema paru akut
6.      Irama derap S3
7.      Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O
8.       Refluks hepatojugular
                                                             ii.      Kriteria minor terdiri dari:
1.      Edema pergelangan kaki
2.      Batuk malam hari
3.      Dyspnea          
4.      Hepatomegali
5.      Efusi pleura
6.      Kapasitas vital berkurang menjadi ? maksimum
7.      Takikardi (>120 x/ menit)
Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor harus ada di saat bersamaan.
h.      Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vascular paru menggambarkan kranialisasi, garis kerley A/B, infiltrate prekordial kedua paru, dan efusi pleura.
Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miocard dan aritmia.
Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.
i.        Prognosis
Faktor-faktor yang berkaitan dengan prognosis pada gagal jantung,
a.       Klinis         : semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas dan gambaran klinis, semakin buruk prognosis
b.      Hemosinamik         : semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup jantung, dan fraksi ejeksi, semakin buruk progonosis
c.       Biokimia    : terdapa hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin, vasopressin, dan peptida natriuretik plasma. Hiponatremia dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk; dan
d.      Aritmia      : fokus ektopik ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel pada pengawasan EKG ambulatori menandakan prognosis yang buruk. Tidak jelas apakah aritmia ventrikel hanya merupakan penanda prognosis yang buruk atau apakah aritmia merupakan penyebab kematian.
j.        Komplikasi
Syok kardiogenik dan dapat menyebabkan kematian.

                                                           



DAFTAR PUSTAKA

Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Abdul,Majid. Penyakit Jantung Koroner : patofisiologi, Pencegahan dan Pengobatan Terkini, 2007
Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC
Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III . Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/44886946/PENYAKIT-JANTUNG-KORONER